Semesta Merindu


Malam ini, langit merona malu
Mendung menggantung hingga paras bumi murung
Seolah ada rindu yang tertahan ingin diluapkan
Itulah langit dengan gemuruh rindu yang tertahan

Kekasih, hanya menanti waktu memadu kasih
Akulah tanah kering yang terbakar teriknya rindu
Tanah pengagum biru, putih, entah kelabu
Tapi warnamu kini merah
Adakah kau kini menaruh hati padaku?

Mungkin benar....
Kau ingin berdua saja denganku, bersama membunuh waktu
Bulan, ribuan bintang, tak kau izinkan datang di paras merahmu
Sungguh, Aku tahu ada butir rindu tersimpan dibalik sembur merahmu




Tidakkah kau tahu, aku merasakan rindu yang mencekik
Aku butuh belaian lembut yang mampu menyapu segenap rindu
Tapi tak ada daya aku menjangkaumu
Harapan hanya ada padamu, sebab kau mampu menyentuhku
Hadirkan rindumu, hadirkan segera!

Janganlah memerah malu sayangku
Teteskanlah rindu yang menggantung di awan
sampaikanlah rindumu lewat hujan
Kecuplah aku dengan tetes-tetes rindu
Basuh aku dengan luapan rindu

Lekaslah turun meredam rindu yang membakarku
Sentuhlah aku... Peluklah aku....
Peluk aku dan biarkan rindu kita menyatu, kemudian lebur
Biarkan rindu kita hanyut bersama aliran yang bermuara pada segara tanpa nestapa



Kota mendidih di timur pulau Jawa, 12 Oktober 2014

Mencoba merayu langit agar segera mempertemukan yang sedang dirindukan: Hujan.



Comments

Sering Dibaca

Pindah

Pemeran Sinta

Catatan Perjalanan dan Itinerary ke Nusa Lembongan, Nusa Ceningan, dan Nusa Penida Tahun 2018

Merenung Lewat Cerpen Tahi Lalat Karya M. Shoim Anwar

Antara Apsari dan Grahadi