Catatan Perjalanan dan Itinerary ke Nusa Lembongan, Nusa Ceningan, dan Nusa Penida Tahun 2018



Kali ini saya akan mencoba membuat catatan perjalanan ketika saya dan tiga teman kantor saya liburan ke Tiga Nusa Bali, yakni Nusa Lembongan, Nusa Ceningan, dan Nusa Penida. Catatan perjalanan ini saya buat karena banyaknya teman-teman yang menanyakan bagaimana dan berapa budget yang harus disiapkan. Karena males jawab satu-satu, jadinya saya berjanji untuk membuat postingan tentang liburan ini. Puji syukur, baru hari ini saya punya kesempatan dan semangat untuk membuat catatan ini. Baiklah, silakan disimak.
Nusa Lembongan, Nusa Ceningan, dan Nusa Penida memang masih masuk Provinsi Bali, Ketiga nama ini merupakan nama pulau kecil yang berada di sebelah tenggara pulau Bali. Letak ketiga pulau ini lebih jelasnya dapat dilihat pada peta berikut.


Kami berempat berangkat dari Surabaya sekitar pukul 19.00 WIB di hari Kamis, tanggal 16 Agustus 2018. Perjalanan kali ini kami memilih jalur darat menggunakan kendaraan mobil milik salah satu teman. Dari Surabaya ke Banyuwangi perjalanan terbilang lancar. Kami hanya merasakan macet di jalan Ayani Surabaya saja. Kami juga sempat berhenti di beberapa tempat untuk ke toilet dan solat Isya. Dari Surabaya ke Pelabuhan Ketapang Banyuwangi, kami menempuh perjalanan sekitar tujuh jam. Hari Jumat, 17 Agustus 2018 sekitar pukul 02.00 dini hari, kami sudah sampai di Pelabuhan Ketapang.
Penumpang kapal penyeberangan dari Banyuwangi ke Bali saat dini hari tidak terlalu ramai, pemandangan laut juga hanya terlihat gelap, sehingga banyak yang memutuskan untuk duduk dan tidur di kapal. Penyeberangan berlangsung sekitar satu sampai dua jam. Tiba di Pelabuhan Gilimanuk, Bali waktu sudah menunjukkan pukul 03.45 WITA. Di pelabuhan, surat-surat kendaraan diperiksa. Jadi, jika kalian berencana liburan ke Bali lewat jalur darat, pastikan surat-surat kendaraan kalian aman.
Setelah sampai Bali, kami langsung menuju ke Sanur dan mampir ke SPBU sebentar untuk solat subuh. Jalanan di Bali saat subuh juga terbilang lengang. Perjalanan kami sangat lancar, dan dapat tiba di Sanur sekitar pukul 08.00 WITA. Setelah sampai kawasan Sanur, kami langsung parkir mobil selama tiga hari dengan biaya Rp. 10.000 per hari. Setelah itu kami mencari tiket penyeberangan kapal cepat ke Nusa Lembongan.
Beruntung kami tiba di Sanur pagi hari, sebab jadwal penyeberangan pertama ke Nusa Lembongan yaitu pukul 09.30. Kami membeli tiket pulang pergi seharga 200.000 per orang. Tiket penyeberangan untuk kembali ke Sanur bisa digunakan dari Nusa Lembongan atau Nusa Penida. Untuk liburan kami waktu itu, kami pulang ke Sanur lewat Nusa Penida karena jadwal liburan kami hari terakhir memang di Nusa Penida.
Tiket Penyeberangan Sanur-Nusa Pulang-Pergi
Penyeberangan dari Sanur ke Nusa Lembongan menggunakan kapal cepat dengan kapasitas penumpang sekitar dua puluhan orang dengan durasi sekitar 45-60 menit. Sampai di dermaga Nusa Lembongan, kami sangat bersemangat melihat indahnya pantai. Pasirnya putih, dan kita bebas pakai toilet di café-café dan restoran pinggir pantai. Toiletnya lumayan bersih dan gak ada yang jaga, makanya aku bilang bebas pakai. Hehehe… Kegiatan pertama pastinya foto-foto. Kami sempat foto di depan papan “Selamat Datang di Nusa Lembongan”. Namun, belum lama kami menginjakkan kaki di Nusa Lembongan, gerimis tiba-tiba datang dan membuat kita buru-buru untuk sewa motor.



Tempat sewa motor tidak jauh, dari balik papan selamat datang tadi. Kami menyewa dua motor matic, karena kami berempat jadi masing-masing motor untuk berboncengan dua orang. Biaya sewa motor di sini Rp.100.000 per hari. Saya sempet menanyakan dimana helmnya kepada penyewa dan dibalas sebuah gelak tawa. Kata penyewa, di Nusa Lembongan tidak perlu helm, gak ada polisi. Hmm… baiklah, dimana bumi dipijak di situ langit dijunjung. Saya manut. Tanpa helm. Hahahaha…
Sambil hujan-hujanan, kami mengandalkan google maps untuk mencari sarapan. Bukan sarapan juga sih, karena sudah pukul 11.00. Bahasa kerennya brunch, hehe… Akhirnya tanpa sengaja kami menemukan Warung Madura yang menjual menu sate dan gule. Kami berempat mememas gule dan nasi seporsi. Untuk minum, kami memesan air mineral botol besar untuk berempat. Sisanya, bisa dibawa kemana-mana buat jaga-jaga kalau kami haus. Hemat kan? Hehehe…
Setelah makan sebenarnya kami ingin langsung ke hotel, tapi karena waktu chek in masih dua jam lagi, jadi kami memutuskan untuk cari objek wisata. Menurut google maps andalan kami, yang terdekat adalah objek Devil Tears. Berangkatlah kami ke tangisan iblis itu dituntun google maps. Sayangnya google maps malah nyasarin kami. Jadi kami berhenti di salah satu restoran dan tanya ke karyawan yang kebetulan orang lokal. Berbekal arahan beliau, sampailah kami di Devil Tears. Satu pelajaran yang kami petik, ternyata google maps tidak lebih tahu dari orang lokal. Wkwkwk…
Rute menuju Devil Tears ini benar-benar kayak namanya: bikin kita mau nangis. Sepanjang jalan tanahnya becek cenderung berbentuk lumpur dan licin. Mungkin ini karena habis hujan. Tidak hanya licin tapi juga naik turun. Bisa bayangin dong, bagaimana keadaan kaki kami? Ya, jembret gak rupo! Sampai kami lepas alas kaki. Namun, perjalanan penuh air mata itu terbayar setelah aroma laut mulai tercium. Suara debur ombak yang menabrak tebing-tebing. Ah… Indah.
Ombak di Devil tears

Warna Air Devil Tears

Ombak Super Gede Devil Tears

Devil Tears ini hanya bisa dinikmati dengan dilihat, didengarkan suara debur ombaknya, dan dicium aroma khas lautnya. Sebab posisinya adalah semacam tebing di tepi laut. Jadi saya tidak yakin menyebut Devil Tears sebagai pantai. Hehehe… Di objek ini terdapat banyak batu-batu besar yang juga licin. Jadi kehati-hatian sangat diperlukan di objek wisata satu ini. Oh iya, di Devil Tears tidak ada tiket masuk. Parkirnya pun juga gratis. Tinggal cari tempat yang aman aja.
Setelah terlepas dari keganasan Devil Tears, kami mampir ke Dream Beach. Dream Beach ini lebih bersahabat dan pantainya bisa diajak bercengkrama. Di depan akses pantai ini, terdapat sebuah resort untuk menginap yang menyediakan infinity pool yang langsung menghadap ke Dream Beach. Ada juga ayunan dengan tulisan Dream Beach cukup besar yang seolah menjadi penanda untuk wisatawan yang hendak mengunjungi pantai ini. Untuk menuju pasir pantainya, kita harus menuruni anak tangga. Ombak di sini sangat keras pada saat kami berkunjung. Saya sempat menyelupkan kaki ke air dan merasakan ombaknya. Ternyata ombaknya tidak hanya membawa buih air, melainkan juga pecahan-pecahan karang yang ternyata sakit juga kalau nabrak kaki pas kebawa ombak.
Penampakan Dream Beach dari Atas. Bonus Penampakan Kaki Akibat ke Devil Tears :p
Anak Tangga Menuju Pantai
Bercengkrama dengan Dream Beach
Ayunan yang dimaksud
Setelah dari Dream Beach, kami memutuskan untuk check in ke hotel yang sudah kami pesan sebelumnya lewat Agoda. Hotel yang kami pesan berada di tepi pantai dengan suasananya asri khas pulau dewata. Hotel kami bernama Tarci Bungalows Lembongan. Kamar yang kami pesan muat untuk empat orang. Tersedia satu double bed yang muat untuk dua orang dan satu trundle bed yang kolongnya bisa ditarik untuk kasur tambahan—muat juga untuk dua orang. Fasilitas lain yakni AC, shower air dingin dan panas, Air mineral, juga wifi. Sayang, karena kamar kami berada di ujung, sinyal wifi lemah di kamar kami. Namun, saat kami keluar ke tengah kawasan hotel, sinyalnya sangat kuat. Suasana hotel, dapat dilihat pada video berikut.



Kami di hotel mandi dan bersih-bersih kemudian istirahat sejenak. Setelah istirahat kami melanjutkan jalan-jalan ke Nusa Ceningan. Nusa Ceningan adalah pulau kecil yang terpisah laut dengan Nusa Lembongan. Jarak antar keduanya tidak begitu jauh, jadi untuk mencapai Nusa Ceningan, kita dapat melewati jembatan yang disebut Yellow Bridge. Sesuai namanya, jembatan ini berwarna kuning yang menghubungkan pulau Nusa Lembongan dan Nusa Ceningan.
Yellow Bridge
Yellow Bridge 
Yellow Bridge Sarana Utama Penghubung Lembongan dan Ceningan
Di Nusa Ceningan, kami mengunjungi beberapa objek. Pertama kami mengunjungi Blue Lagoon. Saat sampai di Blue Lagoon, langit sedang mendung. Meskipun begitu, warna air di sini tetap biru. Tebing-tebing batu berwarna putih agak krem agak coklat, ketemu dengan warna biru airnya yang indah. Begitu memanjakan mata.
Blue Lagoon Lagi Mendung

Mejeng dulu kakak :p
View Lain dari Blue Lagoon

View Lain Lagi dari Blue Lagoon
Setelah dari Blue Lagoon, kami berjalan tidak jauh, dan ketemulah objek bernama Dream Point. Tempat ini semacam spot untuk menikmati pemandangan pantai dari ketinggian. Dari tempat ini kami juga bisa melihat objek cliff jump dari jauh.
Dream Point

Dream Point dengan View Lain
Lalu kami mengunjungi cliff jump yang tadi kita lihat dari jauh. Cliff jump adalah spot untuk lompat ke laut bagi orang-orang pemberani. Cliff jump ini ternyata tempatnya ada di dalam sebuah café. Jadi kami masuk café tersebut untuk menuju spot. Tempatnya seperti sebuah balkon yang menjorok ke laut, lengkap dengan meja dan kursi untuk menikmati minuman sambil memandangi indahnya laut. Di atas balkon, ada sebuah tempat untuk ancang-ancang melompat, lalu di samping balkon ada tangga menuju laut dan pelampung yang terikat dan mengambang di laut. Saya menduga pelampung tersebut untuk membantu pelompat-pelompat menuju tangga dan kembali naik ke balkon.
Untuk mempertaruhkan nyawa dengan melompat ke laut, ternyata kita perlu membayar seharga 25.000. Untuk berlama-lama di tempat ini, kita juga wajib memesan sesuatu yang dijual. Entah itu makanan ataupun minuman. Kami langsung lari keluar café setelah salah satu pelayan menyodorkan buku menu. Sebab kami tidak ada niat nongkrong di café ini. Kami hanya ingin tahu cliff jump. Oleh karena hal tersebut, saya Cuma ada foto ini. Wkwkwk… Keburu malu gak pesen apa-apa.
Satu-satunya Foto di Cliff Jump
Setelah itu kami cari makan sore. Dapat Mie Ayam yang lumayan murah dan kenyang. Setelah makan, kami nemu pantai di perjalanan kami menuju balik hotel. Kami berhenti sejenak dan jalan-jalan di pantai yang tenang itu. Namanya Sunday Beach. Pantai ini letaknya sudah di Nusa Lembongan. Bukan di Ceningan lagi.
Ayunan Sunday Beach

Sunday Beach Lagi Mendung

Sunday Beach Lagi Surut

Mau Nyuri Perahu :p
Malam hari, kami sempat jalan-jalan di tepi pantai. Hanya ada beberapa café yang buka dan pengunjung sepi. Mungkin karena efek habis hujan, jadi suasana malam itu sangat sepi dan hanya terdengar suara ombak. Akhirnya, malam itu kami habiskan untuk istirahat.
Keesokan harinya, Sabtu, 18 Agustus 2018, saat kami sarapan di satu meja yang menghadap pantai, salah satu karyawan hotel menanyakan rencana aktivitas kami hari ini. Salah satu dari kami menjawab kami akan nyebrang dan bermalam di Nusa Penida. Setelah itu karyawan hotel menawari jasa penyeberangan ke Nusa Penida plus snorkeling ke dua spot indah. Sebenarnya kami berencana nyebrang ke Nusa Penida lewat pelabuhan tradisional dengan tarif sekitar 25.000 per orang, namun karena kami pikir tawarannya menarik, maka kami ambil jasa penyeberangan dari hotel. Tarif yang dikenakan 200.000 per orang. Jika dibandingkan dengan 25.000 memang mahal, tapi worth it karena kita diajak mampir menikmati keindahan bawah laut dan bercengkerama dengan ikan-ikan.


Emboh lapo iki
Berangkat~~
Spot pertama adalah Mangrove point. Dinamakan demikian karena tempat ini menghadap langsung ke hutan bakau yang rimbun. Di Mangrove point, ikan-ikannya sangat banyak. Bahkan bisa dilihat dari atas kapal. Saat itu pemilik kapal memberi kami roti tawar untuk makan ikan-ikan. Benar saja, saat roti dicelupkan ke air, segorombolan ikan warna-warni datang mengerubuti.





Oh iya, ngomong-ngomong untuk motor yang telah kami sewa, kami biarkan terparkir di hotel. Kunci motor kami titipkan pihak hotel dan nanti pemilik motor akan ditelepon agar ngambil motor-motor itu ke hotel.
Setelah bermain-main dengan ikan, kami diantar ke spot kedua, yakni wall point. Wall point ini letaknya di bawah dinding tebing dengan air yang tenang dan berwarna biru kehijauan. Ikannya tidak sebanyak di mangrove point, tapi warna airnya yang indah menggoda siapa saja untuk berenang.

Penampakan Wall Point

Begini loh, warna airnya


Saya sendiri di dua spot tersebut sama sekali tidak nyebur. Meskipun ada life jacket, arus dan ombaknya membuat saya gak tatak. Saya sih lebih sadar diri. Memang dasarnya tidak bisa berenang, jadi mengakui batasan diri sendiri lebih baik daripada nanti liburan malah jadi bencana. hehehe...
Setelah snorkeling di dua tempat tersebut, sampailah kami di Nusa Penida. Kami turun tepat di kawasan tempat homestay kami menginap. Jadi, kami hanya perlu berjalan sedikit untuk langsung chek in. Selama berada di Nusa Penida, kami menginap di Jose Stay. Kami menginap semalam dan memesan satu kamar AC untuk dua orang, juga satu kamar fan untuk dua orang. Jose Stay tidak memiliki lobi atau meja resepsionis, jadi segala transaksi dilaksanakan di depan bangunan yang langsung menghadap ke pantai. Harganya cukup murah, 200.000 untuk kamar AC, dan 175.000 untuk kamar fan. Seperti ini penampakan kamar AC Jose Stay dan view di depannya.

Setelah check in, mandi-mandi, dan menyimpan barang, kami menyewa motor untuk mengelilingi Nusa Penida. Tarif sewa motor di sini sama seperti di Nusa Lembongan, yakni 100.000 per hari. Kami menyewa dua motor matic, tetap bebas tanpa helm. Hehehe… Sebelum berkeliling, kami mengisi perut dahulu di warung yang tidak jauh dari kawasan homestay. BTW, tempat sewa motor juga masih satu kawasan.
Objek wisata di Nusa Penida yang pertama kami kunjungi adalah Kelingking Beach. Untuk menuju ke sana, kami mengandalkan google maps. Kelingking Beach ini terkenal dengan bentuk pulaunya yang terlihat seperti T-rex jika dilihat dari ketinggian. Saat itu, kami hanya menikmati pantai ini dari ketinggian. Tidak menyentuh pasir dan airnya. Untuk menuju ke pantainya, kita harus menuruni bukit lewat anak tangga yang lumayan panjang. Karena saat itu pengunjung sangat ramai dan antrean di anak tangga sudah tampak terlihat dari ketinggian, jadi kami tidak turun ke pantai. Lewat ketinggian sini saja, Kelingking Beach sudah indah kok. Bahkan kami sempat melihat Mantah berenang di pantai.
Ini loh, yang katanya mirip T-Rex
Mejeng Dulu Kakak~

Mejeng lagi kakak
Setelah dari Kelingking Beach, kami melanjutkan perjalanan ke Broken Beach. Terdapat lobang besar dari dinding tebing di tengah laut yang menjadi ikon dari tempat ini. Untuk menuju tempat ini, kita harus melewati jalan becek tak beraspal.
Penampakan Lobang ikonik di Broken Beach
Broken Beach
Saat ke Broken Beach, kita juga harus berjalan kaki lumayan jauh untuk mengunjungi objek yang tidak kalah indah. Masih berada dalam satu kawasan, objek tersebut bernama Angel Billabong. Angel Billabong ini semacam cekungan di antara tebing yang berbentuk seperti kolam dengan air berwarna kehijauan, lokasinya langsung berjejeran dengan laut yang ombaknya sesekali naik ke Angel Billabong. Sangat indah untuk tempat kumkum sebenarnya. Namun saying, saat kami ke sana, Angel Billabong ditutup dan akses tangga untuk turun ke Angel Billabong tidak dapat dilewati. Beberapa jalannya rusak, bahkan sebuah pura di atasnya juga ada kerusakan. Saya menduga ini efek dari bencana gempa di Lombok yang dampaknya sampai ke tempat ini. Baiklah, semoga suatu saat ada kesempatan menikmati Angel Billabong seutuhnya. Amiin…
Track Panjang Menuju Angel Billabong

Warna Air Angel Billabong yang Kehijauan

Angel Billabong

Ombak yang Naik Ke Angel Billabong
Menjelang sore hari, perjalanan kami berlanjut ke Berlian Beach. Berlian Beach ini ternyata menjadi tempat favorit bule-bule untuk tanning. Sepanjang garis pantai banyak sekali kain-kain digelar untuk alas berjemur. Area selatan adalah satu-satunya yang sepi. Area ini teduh karena sinar matahari terhalang tebing. Kami memilih untuk duduk-duduk di area ini. Di selatan ini, kami menemukan aliran air sungai yang langsung menuju ke laut. Saya penasaran dan mencicipi air di aliran tersebut. Ternyata airnya tawar dan langsung mengalir menuju pantai. Inilah kali pertama saya membuktikan bahwa pelajaran IPA waktu SD dulu benar adanya bahwa semua air sungai akan bermuara ke laut.
Berlian Beach

Agak Mendung dan udah mau gelap

Ombak di Berlian Beach
Panorama Berlian Beach ini, di tengah terdapat semacam bukit tinggi yang memecah ombak sehingga ombak di pantai ini tidak begitu keras. Di sini kami dapat melihat sunset. Namun, karena kondisi jalanan di Nusa Penida yang masih minim penerangan dan rute jalan yang naik turun di kelilingi jurang, maka kami memutuskan kembali ke homestay sebelum hari gelap.
Ternyata di depan homestay, kami juga masih dapat menikmati indahnya sunset. Tepatnya di dermaga pelabuhan tradisional yang letaknya memang tepat di depan homestay. Indah, sedikit mendung tapi masih bisa dinikmati. Dan inilah sunset di Kampung Islam Toyapakeh.




FYI, di Nusa Penida maupun di Nusa Lembongan, kehidupan malamnya biasa aja. Tidak ada tempat-tempat yang buka sampai 24 jam, bahkan cenderung sangat sepi. Jadi, malam harinya, kami cuma keluar untuk cari makan malam. Dilanjut nongrong di depan homestay. Nongkrong menikmati angin pantai di malam hari, sambil ngelihatin lampu-lampu kapal yang lagi bersandar di dermaga. Nongkrongnya juga sambil ngemil popmie dan itung-itungan pengeluaran. Hehehe…
Esok harinya, Minggu, 19 Agustus 2018 kami berkemas dan siap-siap untuk check out. Sekitar pukul 11.30 WITA, kami menuju Dermaga Banjar Nyuh Nusa Penida untuk kembali ke Sanur. Kami menyeberang menggunakan kapal cepat. Tiketnya, menggunakan tiket yang telah kami pesan sebelumnya saat di Sanur (tiket pulang pergi). Bagian paling emosional dari sebuah liburan adalah ketika kita harus bertemu kembali dengan dunia nyata, kembali lagi dengan aktivitas keseharian. Wkwkwk…

Setelah kapal kami sampai di Sanur, kami langsung melanjutkan perjalanan ke toko oleh-oleh. Lalu tentu saja langsung ke Gilimanuk untuk menyeberang ke Banyuwangi. Kami sampai di Kota Surabaya hari Senin, 21 Agustus 2018 dini hari sekitar pukul 02.00 WIB. Saya langsung memanfaatkan sisa waktu untuk istirahat tidur, karena pukul 07.30 harus ngantor lagi.
Sekian catatan perjalanan saya ke Nusa Lembongan, Nusa Ceningan, dan Nusa Penida. Untuk detail harga setiap pengeluaran dapat dilihat lebih rinci di itinerary yang sudah saya buat. Mmm… bukan itinerary sih, sebenernya lebih tepat dibilang catatan pengeluaran. Itinerary kan rencana perjalanan. Nah, ini dibuat pas udah selesai sesuai kondisi lapangan. Wkwk.. Udah biarin. Ini modus saya biar banyak yang ngeklik. Apa namanya, Click Bait ya? Wkwkwk…


Doain saya sehat terus supaya bisa liburan ke suatu tempat lagi terus berbagi lewat catatan perjalanan yang lain. hehehe... Terima kasih. :D





Comments

  1. Sebagai warga negara yg baik, pilihan ini sungguh dilematks. Naik motor menggunakan helm itu wajib demi menjaga keselamatan di jalan. Tapi sebagai turis lokal yg gak ngerti, ikut apa kata warga sipil boleh juga. Wkwkwk
    Bacanya berasa kamu mbolang nak jurrasic park

    ReplyDelete

Post a Comment

Sering Dibaca

Pindah

Pemeran Sinta

Merenung Lewat Cerpen Tahi Lalat Karya M. Shoim Anwar

Antara Apsari dan Grahadi