Dendam




Menurut saya, Manusia memang sudah dirancang menjadi pendendam. Tidak ada satu pun orang yang luput dari selaput-selaput dendam di hatinya. Entah selaput itu setipis kulit ari, atau bahkan setebal kulit badak. Tidak dapat dipungkiri. Yang pasti, semua punya dendam. Sekalipun seorang berhati super lapang, yang dengan mudah memaafkan, juga pasti menyimpan dendam sebelum pada akhirnya memaafkan.


Perihal dendam, saya rasa semua tidak dapat terlepas dari kabut kelamnya. Saya yakin, Setiap hati pasti menyisahkan celah kecil untuk menampung dendam berdiam disana.

Perihal predikat pendendam, itu hanya dilabelkan pada orang-orang yang meluapkan rasa dendamnya ke permukaan. Marah, murka, bahkan kadang sampai tumpah darah. Padahal nyatanya, setiap hati pernah disemayami dendam. Dan itu merupakan kriteria yang cukup untuk kita disebut pendendam. Kita semua adalah pendendam. Itu menurut saya.

Lalu, apakah saya bangga dengan predikat pendendam?

Menurut saya tidak ada yang perlu dibanggakan. Dendam merupakan aib yang harus kita olah sendiri agar tidak menguap ke permukan.

Kemudian, mengapa dengan lantang saya menyebut kita semua adalah pendendam?

Agar jiwa-jiwa yang merasa paling suci dan paling benar sadar, bahwa kita semua tidak bisa menghindar dari dendam. Terlepas kemampuan kita untuk memaafkan. Terlepas kemampuan kita bersabar. Dendam pasti pernah ada sebelum kata maaf terucap.

Jangan sekali-kali menyebut orang lain pendendam. Sebab kita semua pendendam. Itu menurut saya.

.Manusia dengan dendamnya ada dua golongan. Pertama pendemdam yang diperbudak oleh rasa dendamnya. Kedua, pendemdam yang berpikir bahwa dendam tak ubahnya email penawaran produk yang tidak perlu dibalas. Pendendam kedua adalah pendendam yang tangguh memendam dendam dengan senyuman—lalu berkoordinasi dengan waktu untuk mengusirnya perlahan keluar dari celah kecil di hatinya.

Jika kalian bertanya apa aku pendendam, mencoba tidak naïf—saya jawab dengan tegas memang iya.

Terlepas dari lama waktu dendam itu mendiami celah kecil hati saya, lama atau sebentar, saya butuh waktu mengusir keparat bernama dendam hengkang dari hati saya. Menjadi pendendam bukanlah perkara mudah. Terlebih jika kita memilih menjadi pendendam golongan kedua.

Pendendam bukan hanya mereka yang penuh kebencian. Pendendam juga mereka yang tangguh memendam dan membiarkan dendam hilang tersapu waktu.

Saya adalah pemendam. Saya adalah pendendam. Lalu, Apa kalian juga pendendam?

Comments

Sering Dibaca

Pindah

Pemeran Sinta

Catatan Perjalanan dan Itinerary ke Nusa Lembongan, Nusa Ceningan, dan Nusa Penida Tahun 2018

Merenung Lewat Cerpen Tahi Lalat Karya M. Shoim Anwar

Antara Apsari dan Grahadi