Pindah
Tapi saya bukan seekor angsa yang butuh pindah ke seletan
setiap kali musim dingin tiba. Saya bukan spora yang dengan mudah berpindah,
lalu bahagia menumbuhkan jamur.
Saya tak ubahnya sebatang pohon. Kokoh, menancap,
mengakar hingga ke dalam hati orang-orang di sekitar saya. Sebatang pohon yang
telah tumbuh dengan nyaman di tanah yang penuh dengan senyum ramah.
Lalu, jika pohon yang telah mengakar jauh ke dalam
dijebol paksa untuk ditanam di tempat asing, akan ada dua kemungkinan. Pertama,
dia akan layu lalu lambat laun bertahan hidup. Kedua, dia akan layu dan
selamanya layu, lalu mati.
Esok, sang pohon akan dijebol. Lalu dipaksa mengakar pada
tanah yang asing. Pada hati dan senyuman yang sama sekali asing.
Sejujurnya, aku ingin mencegah. Aku ingin melawan—agar
aku tetap berdiri kokoh di tempat asal. Namun apa daya, aku tak ubahnya
sebatang pohon. Pohon yang hanya bisa diam meski hidup. Dipanjat, dipetik,
dikencingi, bahkan dijebol dan dipindah paksa, pun aku hanya bisa pasrah.
Andai aku mampu berteriak, ingin sekali kuteriakkan, “Aku
ingin tetap di sini!”
Tapi sekali lagi, aku tak ubahnya sebatang pohon yang
akhirnya memilih pasrah dan mempercayai, bahwa ada indah di setiap pindah.
Teruntuk tanah yang akan saya tinggalkan, saya hanya
ingin menyampaikan terimakasih atas segala tawa, canda, dan kerjasamanya untuk
tumbuh bersama hingga sang pohon enggan untuk layu di tempat senyaman itu.
Teruntuk tanah baru yang akan menjadi tempatku mengakar
dan tumbuh. Jika esok aku selalu murung di tempat yang baru, pahamilah bahwa
aku pantas seperti itu. Sebab aku bukan sebuah gambar di poster yang bisa
selalu tersenyum meski ditempel di tempat manapun.
Tapi tenang, lambat laun sang pohon akan kembali tumbuh
berkat pupuk ramah dan siraman canda dari orang-orang baru.
Sekali lagi, esok jangan memaksaku untuk tersenyum. Ketahuilah
bahwa keadaanku saat ini seperti pohon yang baru dipindah ke tanah yang baru. Aku
pasti akan layu dahulu.
Namun jika esok kalian tetap memaksaku tersenyum,
baiklah. Aku akan menampakkan senyum bak gambar di poster. Ya, jika poster
dapat terus tersenyum dan menutupi tembok yang retak, maka aku tersenyum untuk
menutupi sesuatu yang retak. Bukan tembok, tapi hati.
Jakarta,
16 Agustus 2014 pukul 00.10 WIB
Catatan
kecil di tengah malam untuk menyambut sebuah kepindahan
Catatan: Kutipan "Ada indah di setiap pindah diambil dari Buku Pindah karya Andi Gunawan dkk.
semoga betah di tempat baru
ReplyDeleteAmin.. terimakasih doanya mbak Nunu :)
ReplyDelete