EXAM = FUTURE (?)

Malam ini, entah kenapa berbagai pertanyaan muncul dalam benak.

seminggu menjelang UNAS, belajar adalah suatu yang wajar.bosan tak sepantasnya diprioritaskan untuk jadi alasan supaya tak bergelut dengan option a,b,c,d dan e.  tapi bagaimana dengan doa? bukankah hidup selalu ada campur tangan tuhan? aku malu pada diriku sendiri. malu pada sajadah yang selalu kujaga kesuciannya. malu pada sang maha mengetahui. sampai detik ini, doa yang kupanjatkan tak lebih dari keinginanku. "Lulus UNAS." yang sekarang berangsur menjadi sebuah kebutuhan.


disisi lain, orang berilmu mengatakan, Tuhan akan mengabulkan doa saat sang hamba 'membutuhkan' apa yang ia panjatkan. bukan saat sang hamba hanya 'menginginkannya'. pertanyaan kedua muncul. Lalu apakah dimata tuhan Lulus UNAS cuma menjadi keinginan kita, atau sudah menjadi kebutuhan kita?
Lantas jika tuhan menganggap itu cuma keinginan kita, apakah ia akan mengabulkan doa kita?
entahlah. bukankah semua sudah ia tuliskan dalam lauhul mahfudz? apapun yang nantinya terjadi pada kita, yakinlah bahwa itu yang terbaik dari tuhan. dan harus aku ketahui dan kalian ketahui, Tuhan tidak pernah berbuat kesalahan.

Lalu bagaimana dengan kata orang berilmu yang lain? "Siapa yang bersungguh-sungguh, dia akan berhasil."
bukankah tiga tahun ini kami sering tidak bersungguh-sungguh? bercanda, bermalasan, meremehkan sang pahlawan tanpa tanda jasa. kadar keberhasilan dan kesungguh-sungguhan yang saling terhubung itu diukur dengan cara apa? dengan formula apa? apakah kami yang sudah merasa sangat bersungguh-sungguh setelah satu bulan menjelang UNAS cukup untuk memenuhi kriteria keberhasilan yang diukur lewat kesungguh-sungguhan?

20 paket soal UNAS, sebuah semangat dan pemberat. disisi lain, itu menjadi alasan untuk lebih giat berusaha. disisi lain, seperti menjadi batu besar yang menghambat dan pemberat mental. UNAS tidak hanya berbicara tentang kepintaran, kejujuran, dan keberhasilan. tetapi juga tentang mental. tidak hanya hasil belajar yang diuji selama 120 menit, tetapi juga mental! lalu pertanyaannya, apakah goverment sudah siap mental dengan banyaknya PR mereka itu?

aku sebagai orang yang harus melewati proses ini, berusaha untuk kuat mental. tapi sang goverment diatas sana, apakah sudah siap? lalu kalau sudah siap, kenapa media diluar sana mengabarkan kabar blur, samar, berubah setiap waktu. kenapa? dan itu semua kadang membuatku sedikit bingung. apa ini salah satu skenario mereka dalam menguji mental penerus bangsa yang kaya ini?

"Kamu terlihat lebih tirus. lebih kurus. apa kamu mikir UNAS? jangan terlalu khawatir gitu!"
beberapa orang, bahkan orang tua mengatakan itu padaku. aku sendiri juga tidak tahu kenapa. jika aku terlalu hawatir, kenapa tidak bunuh diri saja seperti pelajar di berita itu? aku biasa saja. belajar dan berdoa seperti pelajar normal lainnya. bahkan aku masih suka ke jalanan melepas penat bersama teman-teman. atau mungkin kalian yang justru hawatir dengan diriku?

apakah benar UNAS menentukan masa depan?
apakah masa depan dapat dijamin dari selembar kertas berkolom nilai?
sejauh ini, Indonesia memang terdoktrin dengan teori itu. termasuk saya.

Sudalah, percuma bertanya pada kaca yang memancarkan cahaya di hadapanku ini. biar saja kehidupan yang akan kita lewati yang menjawab pertanyaan-pertanyaan itu.
Yang harus kulakukan sekarang, mungkin cuma meyakini. meyakini jika di mata tuhan, LULUS memang sebuah kebutuhan setiap insan pelajar. sehingga dengan kehendaknya, selembar kertas berkolom nilai yang katanya menentukan masa depan kita, dapat tergulung nyaman dalam genggaman tangan kita.

Terakhir, banyak yang bilang jika hendak UNAS harus hati-hati dalam bersikap. semoga saja sikap saya dalam menulis catatan kecil ini adalah sikap yang termasuk dalam kategori baik.

apa salahnya bertanya? bukankah hidup adalah proses bertanya dan mencari jawaban atas pertanyaan-pertanyaan yang ada?

Comments

Post a Comment

Sering Dibaca

Pindah

Pemeran Sinta

Catatan Perjalanan dan Itinerary ke Nusa Lembongan, Nusa Ceningan, dan Nusa Penida Tahun 2018

Merenung Lewat Cerpen Tahi Lalat Karya M. Shoim Anwar

Antara Apsari dan Grahadi